Laman

Minggu, 05 Agustus 2012

Liem Fuk Shan, Ustad Sipit di Masjid Cheng Hoo



SURABAYA, Jurnal Rakyat : Sempat diolok-olok sebagai Cino Kulub (Tionghoa dewasa yang belum sunat), Liem Fuk Shan (28) akhirnya memutuskan untuk serius menimba ilmu Islam di Pulau Jawa. Pria sipit kelahiran kawasan 24 Ilir, Palembang, Sumatera Selatan yang mualaf sejak tahun 1996 kini menjadi Ustadz untuk jemaah di Masjid Cheng Hoo Surabaya.

Pria yang akrab disapa Ustad Hasan Basri ini memang keturunan Tionghoa. Karakter semasa kecilnya yang nakal, suka mengambil uang dan kasar terhadap orang-orang sekitar, akhirnya membuat orang tua Liem Fuk Shan mengirimnya ke Pondok Pesantren Walisongo, Ponorogo.

"Orang tua saya tidak kuat, sudah jengkel. Meski non muslim, orang tua saya berinsiatif mengirim saya ke pondok agar disunat sekaligus dididik perilaku sopan," kata Liem Fuk Shan saat ditemui di Masjid Cheng Hoo Surabaya, Minggu (5/8/2012).

Saat diantar sang ayah ke Pondok Pesantren Walisongo, Ponorogo, Liem Fuk Shan mengaku awalnya melakukan kegiatan mengaji dan sholat asal-asalan dan ikut-ikutan. Namun beberapa tahun setelah memahami arti ajaran Islam, ia baru meyakini manfaat ajaran Islam.

"Melihat perubahan perilaku diri saya yang lebih menghargai, kemudian ibu dan saudara-saudara saya ikut memeluk Islam. Lulus dari Madrasah Aliyah selanjutnya oleh pendiri Masjid Cheng Hoo, Bambang Sujanto, ditawari beasiswa oleh untuk meneruskan kuliah di Fakultas Dakwah, IAIN Sunan Ampel, hingga akhirnya lulus," terang dia.

Penampilannya sehari-hari yang casual, dengan celana jeans dan kemeja biasa membuat orang tidak menyangka profesi yang ia jalani. Bahkan, suatu ketika Liem Fuk Shan pernah diundang menjadi penceramah di sebuah pengajian besar di Blitar. Akibat penampilannya yang sangat sederhana dan fisiknya yang syarat keturunan Tionghoa, hampir saja acara tersebut dibatalkan sepihak oleh panitia penyelenggara.

"Waktu itu tahun 2010, mungkin karena tampang dan penampilan saya seperti ini orang sering ragu. Panitia pengajian tidak percaya kalau saya ustadnya. Acara hampir dibatalkan, namun akhirnya saya diberi kesempatan berceramah," tutur dia sambil menerawang masa 2 tahun silam.

Justru dari pengalaman itulah dirinya semakin banyak menerima undangan untuk menjadi penceramah lagi. Menurut pria yang kini lebih suka disapa dengan sebutan Hasan, penampilan bukan yang utama, yang terpenting adalah perilaku sebagai muslim yang harus dijaga dan senantiasa berbuat bagi orang lain.

"Harus saling menghormati dan tidak membeda-bedakan. Bukan urusan kita menilai orang lain melakukan dosa dan tempatnya di neraka. Begitu juga untuk berdakwah saya tidak pernah memasang tarif, dijemput saja sudah senang. Tuhan tidak akan memberi kekayaan kalau kita takut miskin, berapa saja yang diterima kita harus ikhlas," ceritanya.

Kini Hasan tak pernah absen memberikan ceramah setiap menjelang buka puasa di masjid berarsitektur mirip klenteng itu. Dalam ceramahnya, ia sering menyampaikan tentang perlunya keikhlasan dan saling menghormati antar umat manusia apapun agama dan sukunya.

Hasan juga mengabdikan dirinya bertugas sebagai Humas dan pengurus Masjid Cheng Hoo Surabaya.(Detik)

Dipimpin Yenny Wahid, PKBIB Siap Hadapi Pemilu 2014



JAKARTA, Jurnal Rakyat : Melalui SK Menkumham RI pada 2 Agustus 2012, Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB) telah resmi sebagai partai calon Peserta Pemilu 2014. PKBIB siap bertarung dengan semua parpol peserta pemilu, termasuk PKB.

Demikian disampaikan Dewan Pembina PKBIB, Kartini Sjahrir, dalam siaran pers, Minggu (5/8/2012).

Melalu Kongres Partai PIB yang berlangsung pada tanggal 12 Juli 2012, telah disepakati bahwa Partai PIB berganti nama menjadi PKBIB (Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru) dan sekaligus berganti logo. Baik nama maupun logo merupakan gabungan dari logo Partai PIB dan PKBN pimpinan Yenny Wahid. Yenny Wahid secara aklamasi dalam Kongres Partai PIB, telah dipilih sebagai Ketua Umum periode 2012 – 2017.

"Ibu Yenny Wahid dalam sebuah pertemuan dengan saya telah membuahkan kesepakatan untuk menggabungkan kedua kekuatan politik dibawah naungan nama PKBIB dan dinakhodai oleh Ibu Yenny Wahid. Kesepakatan tadi, melalui kongres Partai PIB, disahkan dan diterima secara bulat, sesuai dengan mekanisme AD/ART Partai PIB," kata putri Dr Sjahrir ini.

Gus Dur dan Sjahrir, menurutnya, adalah pemikir dan konseptor. Kedua almarhum adalah orang-orang yang berjuang untuk keadilan, kemanusiaan dan demokrasi dalam wujud kesehariannya. Pemikiran-pemikiran kedua tokoh inilah yang harus dan akan dikembangkan melalui kiprah politik PKBIB.

"Kami sangat bersyukur PKBIB terbentuk dan telah disahkan keberadaannya oleh Kemenkum HAM. Sekarang kami menatap ke depan, menyelesaikan kerja verifikasi KPU sebagaimana disyaratkan oleh UU,"tandasnya.(Detik)