Laman

Minggu, 03 November 2013

Perludem: Aneh Kesalahan DPT Baru Ditemukan di Rekapitulasi Nasional



JAKARTA, Jurnal Rakyat : Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyoroti temuan 10,4 juta pemilih yang tak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK). Bagi Perludem, temuan ini aneh lantaran penetapan daftar pemilih tetap (DPT) di KPU Kabupaten/Kota sudah direkapitulasi di tingkat provinsi.

"Menjadi aneh ketika KPU Kabupaten/Kota berhasil menetapkan DPT dan diterima para pihak, dilanjutkan dengan rekapitulasi DPT di tingkat provinsi. Namun ternyata di rekapitulasi DPT secara naisonal baru ditemukan tumpukan masalah yang ditemukan dari lapangan," ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini dalam jumpa pers yang digelar di Bakoel Koffie, Jalan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (3/11/2013).

Titi mengutip Pasal 38 ayat (1) UU No 8 Tahun 2012, yang menjelaskan kewenangan penetapan DPT merupakan kewenangan KPU Kabupaten/Kota. DPT ditetapkan berdasarkan daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP).

Menurutnya, persoalan-persoalan data pemilih yang ada di daerah seharusnya bisa dilokalisir dan diselesaikan di kabupaten/kota juga provinsi.

"Pengawas Pemilu dan partai politik kalau memang memiliki data DPT bermasalah maka data temuan itu diperjuangkan untuk diperbaiki sejak awal proses penetapan DPT di daerah," imbuh Titi.

Diberitakan sebelumnya, temuan 10,4 juta pemilih tanpa NIK ini membuat KPU kerepotan. Penetapan DPT sudah diundur sebanyak dua kali. Pertama diundur selama sebulan hingga 23 Oktober dan kedua diundur dua minggu hingga 4 November. Pengunduran itu karena masih banyak data bermasalah.

Data 10,4 juta itu adalah jumlah pemilih yang hingga 3 hari jelang penetapan DPT ini belum memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) di KTP. Sementara NIK adalah syarat yang diwajibkan Undang-undang 8/2012 bagi warga untuk bisa menjadi pemilih di Pemilu 2014.(DetikNews)

Tuding Anas, Ruhut Sitompul Akan Dipanggil Demokrat


*Ruhut sebut Anas diselamatkan Demokrat

JAKARTA, Jurnal Rakyat : Partai Demokrat akan memanggil kadernya, Ruhut Sitompul, dalam waktu dekat ini. Demokrat ingin mengklarifikasi tudingan Ruhut kepada Anas Urbaningrum terkait kepindahannya dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke partai tersebut tahun 2005 silam.

Ruhut mengatakan Anas akan masuk penjara jika tidak masuk ke partai yang kini dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pernyataan tersebut secara tidak langsung justru menyudutkan Partai Demokrat sebagai partai pelindung orang-orang bermasalah.

Tak hanya itu, politisi yang juga pernah menjadi pemain sinetron tersebut menyebut Anas adalah titipan Partai Golkar saat bekerja di KPU.

"Kita kan melalui proses, ya kita panggil. Ruhut pernah kita panggil juga. Tetapi kemudian dia bilang tidak (membantah tuduhan)," kata Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat TB Silalahi di kawasan Palmerah, Jakarta, Sabtu 2 November 2013.

Menurut Silalahi, partainya juga akan meminta keterangan dari Ruhut, mengapa dia begitu konfiden dengan pernyataan tersebut. Ia pun meminta wartawan menanyakan hal serupa kepada yang bersangkutan. "Ya, tanya dia. Apa yang menyebabkan kau konfiden begitu?" ujarnya.

Terus terang, Silalahi menyayangkan Ruhut yang sering emosional dalam berbagai kesempatan. Sikap tersebut, katanya, berpotensi semakin menurunkan elektabilitas Demokrat. "Justru itu, kami juga prihatin. Harusnya Ruhut sebagai kader senior mengertilah mana yang baik dan tidak," tuturnya.

Sebelumnya, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum tengah mempelajari dua pernyataan Ruhut Sitompul yang menyudutkan dirinya. Pertama, terkait independensinya saat menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) 2001-2005. Dan kedua, tentang kepindahannya ke Partai Demokrat.

"Yang sedang saya pelajari pernyataan Pak Ruhut nomor satu, katanya, apa betul Anas di KPU itu penugasan Golkar. Kedua, kalau Anas tidak masuk Demokrat, Anas masuk penjara," kata Anas di kediamannya, Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat 1 November 2013.

Setelah mempelajari, Anas berencana mengambil langkah-langkah yang perlu diambil. Ketua Presidium Pergerakan Indonesia (PPI) itu terganggu dengan tuduhan tersebut. "Anas penugasan Golkar itu merusak kredibilitas saya sebagai anggota KPU, karena anggota KPU itu mandiri, kok saya pernah ditugasi partai tertentu," ujarnya.

Anas mengakui setiap anggota KPU menjalani fit and proper test di DPR. Dan proses itu tentunya melibatkan partai politik. Namun, tak lebih hanya menjalani tes dan uji kelayakan sebagai calon anggota penyelenggara pemilu.

"Pernyataan itu serius sangat merusak independensi dan kredibilitas saya," ujarnya. (VIVAnews)