Laman

Selasa, 26 November 2013

Survei LIPI: 60 Persen Publik Tak Tertarik Politik


*LIPI menilai, responden mengalami sindrom powerless

JAKARTA, Jurnal Rakyat : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menggelar survei nasional mengenai dukungan masyarakat terhadap demokrasi di Indonesia selama tahun 2013. Salah satu hasilnya, survei menemukan hanya 37 persen responden yang mengaku tertarik atau sangat tertarik terhadap masalah politik atau pemerintahan.
Peneliti LIPI, Wawan Ichwanuddin, menjelaskan 60 persen dari 1.799 responden mengaku tak tertarik pada politik. "Ini gabungan dari responden yang menyatakan kurang tertarik (36 persen) dan tidak tertarik sama sekali (24 persen)," jelas Wawan di Gedung LIPI, Jakarta, Senin 25 November 2013.

Lebih jauh Wawan mengatakan, mayoritas responden juga jarang mendiskusikan masalah politik atau pemerintahan. Sebanyak 37,3 persen mengaku jarang mendiskusikan masalah tersebut dengan teman atau tetangga, 40,8 persen mengaku tidak pernah, dan hanya 20,9 persen yang mengaku sering atau sangat sering melakukannya.

Kemudian, tingkat keterlibatan politik responden melalui diskusi politik dengan keluarga justru lebih rendah lagi. Sebanyak 44 persen mengaku tidak pernah, dan 40,7 persen jarang melakukannya.

"Hanya 13,5 persen dan 0,9 persen yang mengaku sering atau sangat sering (diskusi soal politik dengan keluarga)," ujarnya.

Wawan melanjutkan survei juga menemukan responden mengalami sindrom powerless atau ketidakberdayaan secara politik. Di satu sisi, mereka percaya kebijakan pemerintah mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Namun, di sisi yang lain, mereka merasa tidak mampu mempengaruhi pemerintah.

"Sebanyak 50,2 persen merasa kebijakan pemerintah berpengaruh terhadap hidup mereka. Tetapi hanya 12,5 persen yang merasa bahwa mereka bisa mempengaruhi pemerintah dalam pembuatan keputusan," jelasnya.

Dalam bagian lain, survei juga menyoroti tentang bagaimana para responden mengetahui berita-berita politik. Melalui media apa saja mereka memperoleh informasi-informasi politik. Di sini, media televisi tetap menempati rangking pertama dengan 48,5 persen dibandingkan dengan yang lain, seperti koran, majalah/tabloid, radio, dan internet kurang dari 10 persen.

Survei menjaring 1.799 responden yang tersebar di 90 desa/kelurahan di 31 provinsi di Indonesia. Margin of error (ambang kesalahan) plus minus 2,31 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara tatap muka (face to face interview) dengan responden, dengan menggunakan instrumen kuesioner (terstruktur). Untuk menjamin kualitas, supervisor menyaksikan wawancara atau mendatangi kembali responden (spot check) secara acak terhadap 27,2 persen responden.(VIVAnews)

Mantan Kepala BPN dan Politikus PD Jadi Saksi Sidang Hambalang



JAKARTA, Jurnal Rakyat : Jaksa KPK menjadwalkan 9 orang saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang. Mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto akan menjadi saksi.

"Saksi ada 9 orang," kata pengacara Deddy Kusdinar, Rudi Alfonso, Selasa (26/11/2013).

Selain Joyo Winoto, 8 orang saksi lainnya adalah Ignatius Mulyono (Demokrat), Managam Manurung, Bambang Eko,Haryoko Nugroho, Wisler Manalu, Bambang Siswanto, Bastaman dan Jailani.

Sidang yang dipimpin hakim ketua Amin Ismanto dijadwalkan digelar pukul 09.00 WIB di Pengadilan Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Jaksel.

Dalam surat dakwaan mantan Kepala Biro Perencanaan Sekretariat Kemenpora Deddy Kusdinar, dipaparkan Menpora saat itu Andi Alifian Mallarangeng mengetahui tanah Hambalang bermasalah. Andi meminta agar Wafid Muharam menyelesaikannya.

Wafid yang menjabat Sesmenpor meminta Muhammad Nazarudin dan Mindo Rosalina Manulang untuk membantu mengurus permasalahan tanah Hambalang di BPN.

Nazaruddin kemudian menyampaikan persoalan itu kepada Anas yang masih menjabat Ketua F-PD DPR. Anas mengutus Ignatius Mulyono selaku anggota Komisi II untuk mengurus permasalah pengurusan hak pakai tanah untuk pembangunan P3SON Hambalang.

Ignatius berhasil mengurus SK Hak Pakai atas tanah Kemenpora di Hambalang, kemudian menyerahkan SK tersebut ke Anas di ruangan Ketua FPD yang disaksikan Nazaruddin. Salinan SK diberikan ke Nazaruddin.

Rosa kemudian menyerahkan SK Kepala BPN tertanggal 6 Januari 2010 tentang Pemberian Hak Pakai atas nama Kemenpora atas tanah seluas 312.448 meter persegi di Kabupaten Bogor. 

"Nazaruddin dan Mindo telah menyerahkan uang sebesar Rp 3 miliar ke Kepala BPN Joyo Winoto," kata jaksa membaca dakwaan.(DetikNews)