Laman

Rabu, 15 Februari 2012

Eddy: Sok Wawancara, Beritanya Tak Pernah Ada



Eddy Yusuf
PALEMBANG, Jurnal Rakyat: Wakil Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) H Eddy Yusuf mengapresiasi kinerja wartawan atau reporter media yang dianggap sangat banyak memberikan kontribusi terhadap pembangunan. 

Namun ia juga menyayangkan adanya oknum membawa nama media untuk tujuan yang bertentangan dengan aturan.

“Ini fenomena nyata yang mewarnai sistem pembangunan di setiap daerah. Saya berharap melalui PWI Sumsel, kedepan tidak ada lagi istilah wartawan bodrex. Sok wawancara, tapi beritanya gak pernah ada,” ujar Eddy Yusuf saat menghadiri Deklarasi Forum Pimred Media Lokal di Hotel Classie, Palembang, Rabu (15/2/2012).

Eddy menilai, deklarasi ini mengindikasikan ketidakpuasan sebagian media lokal dalam perkembangannya. Namun, ia sangat mengapresiasi adanya upaya organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumsel yang telah berupaya mengakomodir eksistensi media ini untuk kedepan lebih baik lagi.

“Wartawan itu pekerjaan mulia. Siapa pun berhak menjadi wartawan. Tapi tentu harus sesuai dengan aturan. Kalau memang jelas, mengapa tidak,” katanya.

Deklarasi Forum Pimred Media Lokal ini sendiri diikuti belasan media yang umumnya berasal dari media lokal mingguan dan bulanan. Ini menunjukkan bahwa, ada banyak media yang kini telah berkembang di Bumi Sriwijaya dengan berbagai macam konsep dan identitasnya.

Ketua PWI Sumsel Oktaf Riyadi mengatakan, pihaknya akan berupaya maksimal mengahapus imej “wartawan bodrex” atau istilah “wartawan abal-abal” yang kerap dianggap meresahkan sebagian pihak. Dengan terbentuknya forum tersebut diharapkan ada komunikasi yang baik untuk mengupayakan maksud tersebut.

“Jadi tidak ada lagi istilah wartawan bodrex. Meski terkadang suka nongkrong di bawah pohon, tidak berarti mereka wartawan bodrex,” kata Oktaf.

Menurut dia, di Sumsel cukup banyak media cetak yang terbit. Ini akan menjadi tanggung jawab PWI Sumsel dalam melakukan pembinaan, baik secara manajemen maupun dari segi penulisan.

“Selama ini kita mengenal ada wartawan suka menulis berita tanpa konfirmasi atau istilahnya hantam kromo. Kedepan tidak boleh lagi ada, semua harus sesuai dengan kode etik. Kita akan berikan pelatihan jika memang diperlukan,” tandasnya. (Sripoku)

Mainkan Izin, 7 Bupati/Walikota Masuk "Radar" KPK


JAKARTA, Jurnal Rakyat:  Saat ini ada sekitar 7 sampai 8 bupati dan walikota yang masuk dalam radar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena memainkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang membuat hutan dibabat tanpa izin.

Demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan, Darori di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (15/2/2012).

"Jadi 7-8 Bupati/Walikota tersebut sudah ada di pengawasan KPK. Mereka diduga telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat negara untuk memberikan izin kuasa pertambangan di wilayah kawasan hutan," ujar Darori.

Menurut Darori, modus yang dilakukan oleh bupati dan walikota tersebut salah satunya adalah memainkan izin untuk mengutip uang. "Ya Bupatinya main ngutip-ngutip uang," ujarnya.

Namun ditanya siapa saja bupati dan walikotanya, Durori enggan menyebutkannya. "Mereka kan (bupati dan walikota) tersebut sudah ditangani KPK, jadi silakan tanya ke KPK saja," ucapnya.

Sebelumnya Darori juga mengungkapkan saat ini ada sekitar 1.337 kasus pertambangan yang diklaim telah merugikan negara triliunan rupiah dan itu hanya untuk di daerah Kalimantan saja.

"Ini terungkap saat 3 bulan terakhir ini kementeriannya bersama Bareskrim Polri, Kementerian Lingkungan Hidup terjun ke lapangan, roadshow ke berbagai daerah dan menemukan kasus tersebut," ujar Darori,

Dikatakan Darori, lebih banyak kasus tersebut sebagian besar dikarenakan keluarnya izin kepala daerah di atas wilayah kawasan hutan.

"Dari total kasus temuan tersebut, negara ditaksir mengalami kerugian sebesar Rp 241 triliun hanya di Kalimantan saja," ujarnya.

Pihaknya pun mengklaim dari temuan tersebut, data pelaku mulai dari oknum pejabat negara dan daftar perusahaan pertambangan sudah dikantongi kepolisian dan KPK.

"Tapi daftar perusahaan dan oknum pejabat negaranya tidak bisa kami ungkapkan, karena nanti kalau mereka tahu bisa lari atau menghapus bukti-bukti, tapi prosesnya hukumnya terus jalan," tandasnya.

Saat ini saja katanya ada 9 orang sudah divonis penjara. "Salah satunya kasus di Sumatera Utara ada 70.000 hektar kawasan hutan yang dibabat untuk perkebunan kelapa sawit," tandasnya. (Detik)

Demokrat Beri Sinyal ke Nanan


LUBUKLINGGAU, Jurnal Rakyat: Mendekati tahapan pelaksanaan pesta demokrasi Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan yang akan digelar pada November 2012 mendatang, satu persatu tabir bakal kandidat yang akan diusung dan didukung oleh partai politik mulai terkuak.

Partai Demokrat (PD) misalnya, telah memberi sinyal dukungan kepada H SN Prana Putra Sohe atau lebih dikenal Nanan, untuk dimajukan sebagai calon Walikota Lubuklinggau 2012-2017.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PD, Kota Lubuklinggau, Hj Yetti Oktarina, didampingi Sekretaris DPC PD Kota Lubuklinggau, Taufik Siswanto, Rabu (15/2/2012), Pada Pemilukada tahun 2012 ini, kader Partai Demokrat di Lubuklinggau belum cukup matang untuk dimajukan sebagai kandidat Walikota Lubuklinggau.

"Dengan belum ada yang siap untuk maju, maka sembari kami mempersiapkan kader, Insya Allah akan memberikan dukungan kepada calon yang menurut penilaian kami punya peluang untuk memenangkan Pemilukada kedepan,” katanya.

Menurut dia, keputusan tetap memang belum dikeluarkan, namun sinyal sudah menguat bahwa dukungan akan diberikan kepada Nanan.

“Insya Allah, bila tidak ada aral melintang Partai Demokrat akan mendukung kandidat H SN Prana Putra Sohe atau Nanan. Sementara soal koalisi, kami menyerahkan sepenuhnya kepada kandidat yang akan didukung nantinya, begitu juga halnya soal siapa wakil yang akan disanding nantinya,” jelasnya.

Pertimbangan dukungan diberikan kepada Nanan, kata dia diantaranya hubungan komunikasi yang sangat baik antara internal Partai Demokrat dengan Nanan, baik tingkat Dewan Pimpinan Daerah PD Sumatera Selatan maupun Dewan Pimpinan Pusat PD.

“Kemudian, dorongan dan aspirasi yang sangat besar dari konstituen Partai Demokrat khususnya masyarakat yang lebih luas pada umumnya agar Partai Demokrat mendukung H SN Prana Putra Sohe, dan hasil survey internal yang memungkinkan H SN Prana Putra Sohe untuk didukung oleh Partai Demokrat,” tambah Taufik.

Dengan adanya sinyal dukungan tersebut, kata Taufik pada akhirnya akan dituangkan dalam sebuah bentuk keputusan, maka dirinya selaku kader partai siap mengamankan keputusan tersebut.(Biroe)

KY : Tujuh Faktor Sebabkan Penegakan Hukum Lemah


JAKARTA, Jurnal Rakyat: Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori Saleh mengatakan, terdapat tujuh faktor yang menyebabkan lemahnya penegakan hukum di Indonesia.

"Salah satu faktor yang utama adalah undang-undang yang dihasilkan oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat lebih mencerminkan kepentingan pengusaha dan penguasa daripada kepentingan rakyat kebanyakan," kata Imam dalam seminar "Sarasehan Kebangsaan" di Jakarta, Selasa.

Undang-Undang ini, menurut Imam, kemudian membuat sebagian besar masyarakat meremehkan hukum di Indonesia karena hukum tidak dibuat untuk kesejahteraan dan kepentingan rakyat banyak.

"Kita masih ingat bagaimana hilangnya beberapa pasal tentang rokok pada undang-undang tertentu, juga bisa dipelajari bagaimana UU Ketenagakerjaan dan UU Perseroan Terbatas sangat menguntungkan pengusaha," kata dia.

Faktor yang menjadi penyebab lemahnya penegakan hukum yang kedua, menurut Imam, adalah lemahnya kehendak konstitusional dari para pemimpin dan penyelenggara negara di Indonesia.

"Lihat saja partai yang dulu beriklan banyak soal anti korupsi, namun justru sekarang paling banyak melakukan pelanggaran hukum tersebut," kata Imam menjelaskan.

Faktor ketiga, menurut Imam, adalah rendahnya integritas aparat penegak hukum seperti polisi, hakim, jaksa dan advokat.

"Kami di Komisi Yudisial banyak menerima aduan tentang bagaimana perilaku hakim yang banyak melanggar kode etik. Laporan ini meskipun sulit dibuktikan, paling tidak menunjukkan bahwa dalam pandangan masyarakat, integritas aparat penegak hukum sangat rendah," kata Imam.

Faktor keempat yang dalam pandangan Imam tidak kalah penting dari yang pertama, adalah paradigma penegakan hukum yang positivistik atau lebih menekankan pada aspek legal formal.

"Kasus pencurian sandal yang terjadi baru-baru ini atau karena seorang nenek yang dihukum karena mencuri barang yang nilainya kecil adalah contoh bagaimana hukum di negara ini sangat positivistik, padahal hukum seharusnya bersifat transformatif (memberdayakan masyarakat kecil) dan liberatif (membebaskan)," kata Imam.

Tiga faktor lain yang menjadi sebab lemahnya penegakan hukum, menurut Imam, adalah minimnya sarana dan prasarana penegakan hukum, sistem hukum yang tidak sistematis dan tingkat kesadaran dan budaya hukum yang kurang di masyarakat.(Antara)

Megawati: RUU Kamnas Seperti Zaman Orde Baru


Megawati Soekarno Puteri
JAKARTA, Jurnal Rakyat: Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Puteri menilai Rancangan Undang-undang (RUU) Keamanan Nasional (Kamnas) mengurangi hak warga sipil sama seperti ketika masa orde baru. Megawati mendukung RUU Kamnas tersebut dikembalikan ke pemerintah untuk direvisi.

Menurut Mega, ada beberapa persoalan secara substansial dalam RUU Kamnas. Beberapa permasalah itu terletak pada 60 pasal dan 7 bab. Menurut dia, RUU Kamnas itu juga akan mengekang hak-hak sipil, seperti penyadapan, hingga pada penangkapan secara sepihak.

"Kalau pertemuan fraksi sudah beberapa kali datang. Kalau kita berbicara RUU Kamnas dipisahkan dengan substansi. Kalau saya melihat substansi 60 pasal, 7 bab. Ada hal-hal menurut saya akan mengurangi hak warga negara sipil karena perlakuan versi militer. Substansi dalam RUU Kamnas sebetulnya seperti masa orde baru, seperti antara lain, penyadapan, ada sebuah peluang untuk bisa melakukan penangkapan," ujar Mega usai memberi pengarahan terhadap anggota Fraksi PDI Perjuangan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (14/2/2012).

Mega pun menceritakan perihal pengalaman pahitnya di masa Orde Baru. Lantaran Undang-undang Kamnas dirinya menjadi saksi sekaligus korban penangkapan militer karena dianggap mengancam keamanan negara. Tak hanya dia, melainkan Alexander Litaay dan Budiman Sujatmiko menjadi korban dari UU Kamnas Orde Baru itu. Maka kata dia jika RUU Kamnas itu disahkan maka akan kembali pada Orde Baru.

"Witness sebetulnya ada, yaitu saya sendiri saksi hidup, lalu pada Alexander Litaay, lalu ada Budiman Sujatmiko pernah mengalami kondisi yang kurang lebih sama dengan hal yang kita perbincangkan (RUU Kamnas)," kata dia.

Presiden RI Kelima itu meminta agar mengembalikan RUU tersebut kepada pemerintah dengan tempo yang tidak ditentukan. Selain itu kata dia, RUU itu harus disinkronkan kembali dengan UU yang lainnya.

"Sebaiknya RUU dikembalikan dulu dengan tidak ada suatu pembatasan waktu bahwa dalam tempo sekian harus dikembalikan di DPR. Disesuaikan betul dengan urgensi dan keinginan dengan RUU Kamnas. Banyak sekali yang rancu dan tumpang tindih dan membawa suatu dampak dengan UU yang lain. Seharusnya disinkronkan dulu," tandasnya.

RUU Kamnas akan dibahas di dalam forum panitia khusus (pansus). Anggota pansus tersebut terdiri dari unsur Komisi I, II dan III DPR. RUU Kamnas banyak menuai kritik karena seolah mengebiri tugas Polri. Namun hal itu dibantah oleh Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono. (Okezone/Detik)