Laman

Rabu, 29 Februari 2012

Kekerasan Masih Hantui Jurnalis Indonesia


DENPASAR, Jurnal Rakyat: Kran kebebasan pers tidak sepenuhnya bisa dirasakan jurnalis ketika menuangkan karya jurnalistiknya terutama dalam mengungkap kasus-kasus besar atau ketidakadilan di masyarakat. Wartawan masih dihantui tindak kekerasan dari mereka yang kekuasaan atau kepentingannya terusik oleh pemberitaan.

Potret dunia pers yang masih tinggi tindak kekerasan bisa terlihat dari jumlah korban kekerasan yang terjadi di sejumlah daerah termasuk di Bali.

Kasus besar yang mengakibatkan hilangnya nyawa wartawan Radar Bali Anak Agung Prabangsa, yang diyakini terkait pemberitaan adalah tonggak penting untuk membuka kesadaran jurnalis Bali akan risiko profesi yang bakal dihadapinya.

Dalam rangka 1000 hari meninggalnya Prabangsa, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar, menelorkan sebuah buku yang menggambarkan kasus kekerasan pers di Bali.

Buku tersebut dibahas dibedah oleh berbagai kalangan mulai akademisi, praktisi hukum, LSM dan tokoh masyarakat lainnya.

"Sejak pembredelan pers tidak berlaku lagi, kini masih ada cara untuk membungkam pers yaitu membunuh wartawan atau membangkrutkan perusahaan medianya," demikian Ketua AJI Denpasar Rofiqi Hasan mengawali diskusi di Denpasar, Rabu (29/2/2012).

Prabangsa adalah wartawan yang mengalami tindak kekerasan. Seperti diketahui, dia ditemukan tewas di Teluk Bungsil, Kabupaten Karangasem. Hasil forensik RSUD Amlapura Karangasem, membuktikan adanya bukti lebam di sekujur tubuh korban.

Awalnya oleh pegiat pers dan Ketua Bali Corruption Watch (BCW) Putu Wirata Dwikora, tidak percaya jika Prabangsa dihabisi karena terkait profesinya.

Selama tiga bulan kasus Prabangsa nyaris tenggelam. Pada awalnya polisi menyimpulkan Prabangsa memang tewas dibunuh, tapi bukan disebabkan oleh pemberitaan.

Belakangan, Wirata berkesimpulan bahwa benar dia dihabisi oleh Nyoman Susrama bersama pembunuh bayaran lainnya, terkait pemberitaan dimana korban berusaha mengungkap korupsi di Dinas Pendidikan Kabupaten Bangli.

Dalam buku berjudul 'Jejak Darah Setelah Berita' terungkap banyak kepentingan ikut 'bermain' atau mempengaruhi kasus ini.

Diketahui, Prabangsa pernah menulis tentang dugaan korupsi pembangunan fasilitas di lingkungan Dinas Pendidikan Bangli senilai Rp4 miliar.

Pascakematian pertama jurnalis Bali terkait pemberitaan, terus mengalir dukungan publik agar polisi bisa mengungkap kasusnya dan setahun kemudian membuahkan hasil.

Polisi menetapkan enam orang tersangka I Komang Gede, Nyoman Rencana, I Komang Gede Wardana, Dewa  Sumbawa, Endy serta dalang pembunuhan Nyoman Susrama. Susrama tak lain adalah adik kandung Bupati Bangli I Nengah Arnawa.

Dalam buku tersebut diulas bagaimana perjalanan karir Prabangsa sebagai wartawan Radar Bali sejak 2003 hingga ditemukan tewas pada 11 Februari 2009.

Kekerasan terhadap jurnalis dalam catatan Aliansi  Jurnalis Indonesia (AJI) sejak 15 tahun terakhir, belasan wartawan Indonesia meninggal.

Delapan di antaranya  diduga dibunuh terkait profesinya sebagai wartawan. Hanya satu  kasus terungkap, yaitu pembunuhan Prabangsa. Tujuh kasus lainnya hingga kini masih gelap seperti pembunuhan Fuad M  Syarifuddin (Udin) wartawan Harian Bernas Yogya (1996).

Menurut Dwikora, kasus terbunuhnya Prabangsa karena terkait pemberitaan dugaan korupsi di Dinas Pendidikan Kabupaten Bangli, harus menyadarkan betapa keselamatan jurnalis menjadi hal penting.

"Dari aspek kepentingan publik, ke depan kasus ini menjadi bahan diskusi apakah dalam mengungkap kasus-kasus yang risiko besar perlu dilakukan bersama," kata Dwikora.

Dalam pandangan Ketua Divsi Etik dan Pengembangan Profesi AJI A . Willy Pramudia, peran jurnalis mewakili masyarakat untuk mendapat hak atas informasi guna meingkatkan kesejahteraan hidup mereka.

Untuk itu ada tiga pilar yang sangat menentukan peran media harus dijaga, pertama kebebasan pers dan independensi kedua profesionalis dan ketiga kesejahteraan

Jika ketiganya terganggu maka jika akan sulit mencapai tujuan mulia tersebut. Membunuh ketiganya, masyarakat akan rugi, kalau jurnalis bersalah jangan lenyapkan pers. Karena sama artinya menghilangkan cahaya.

"Masyarakat Bali berhasil mengungkap kegelapan dengan pendekatan budaya," imbuh wartawan senior di Jakarta ini.  

Pengungkapan kasus Prabangsa dimatanya menunjukkan Bali sebagai model pendekatan kebudayaan dalam mengatasi dan mengungkap tindak kekerasan. Kalau mau mengungkap kegelapan, belajarlah dari Bali. (Okezone)

Tidak ada komentar: