Laman

Jumat, 10 Februari 2012

Penjelasan Mendikbud Soal Jurnal Ilmiah Jadi Syarat Lulus S1,S2,S3



JAKARTA, Jurnal Rakyat: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, M Nuh mempertahankan kebijakan lembaganya menjadikan pemuatan makalah di jurnal ilmiah sebagai syarat lulus S1, S2, dan S3. Dia memaparkan 3 target dari kebijakan yang menghangat di dunia akademik ini.

"Kalau kita punya pilihan lebih banyak, masuk ke kualitas lebih banyak, apa sih yang melatarbelakangi itu? Karena saya itu melihat sayang betul. Potensi yang dikelola dengan baik tidak akan muncul," ujar M Nuh di kantornya Jl Sudirman, Jakarta, Jumat (10/2/2012).

3 Target itu, pertama mendorong membudayakan menulis. Yang ditulis masalah sederhana, karena sebenarnya semua jurnal itu sama semua. Masalahnya, formulasi, bagaimana cara, dan hasilnya apa. Ini penting untuk membangun budaya sistematis, dan dosen, juga harus bertanggung jawab. Karena ini masuk jurnal, dan dibaca banyak orang.

Kedua, perspektif keilmuan, sebagai media dialektika dalam pengembangan keilmuan. Ketika mau dipublish ada referensi sehingga membuat roda perputaran keilmuan banyak.

"Di negara maju, di mana pengembangan keilmuannya juga maju, jurnalnya pasti banyak," kata Nuh.

Ketiga, meminimalkan plagiat. Karena semua karya ilmiah akan di-upload di internet dan bisa ketahuan mana yang melakukan plagiat atau tidak.

Sementara untuk S3 yang harus membuat makalah yang dimuat jurnal internasional, menurut Nuh, S3 memang dinilai sudah tinggi ilmunya. Di negara lain, juga sudah diwajibkan menulis di jurnal internasional.

"S3 itu apa sih? Udah paling tinggi, harapannya bisa menghasilkan karya genuine scientific. Kelasnya bukan kelas Indonesia tapi harus internasional. Karena di luar negeri saat mereka mau lulus S3, diwajibkan menulis yang di-publish ke dalam jurnal internasional masing-masing," beber Nuh.

Mengenai jumlah jurnal yang terbatas, Nuh menyarankan agar penerbitan jurnal ilmiah ditambah. "Bagaimana caranya ditambah? Ya harus ditambah pokoknya," kata Nuh tanpa merinci.

"Bagaimana dengan pembiayaan?" tanya wartawan. Nuh mengatakan jurnal ilmiah tidak akan memakan biaya. "Makanya kita berikan online (internet), sehingga tidak perlu banyak biaya yang masuk," ucap mantan Menkominfo ini.

Kebijakan Kemendiknas yang menjadi kontroversi adalah surat Dirjen Dikti bertanggal 27 Januari 2012 tentang publikasi karya ilmiah untuk mahasiswa S-1, S-2, dan S-3 sebagai syarat kelulusan yang berlaku mulai Agustus 2012.

Bunyi surat Dirjen Dikti Djoko Santoso yang menyangkut syarat kelulusan adalah:

Sebagimana kita ketahui pada saat sekarang ini, jumlah karya ilmiah dari Perguruan Tinggi Indonesia secara total masih rendah jika dibandingkan dengan Malaysia, hanya sekitar sepertujuh. Hal ini menjadi tantangan kita bersama untuk meningkatkannya. Sehubungan dengan itu terhitung mulai kelulusan setelah Agustus 2012 diberlukan ketentuan sebagai berikut:

Untuk program S1 harus ada makalah yang terbit di jurnal ilmiah
Untuk program S2 harus ada makalah yang terbit di jurnal ilmiah terakreditasi Dikti
Untuk program S3 harus ada makalah yang terbit di jurnal Internasional.?

Sementara itu, Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia, Edy Suandi Hamid, menyatakan, jumlah jurnal ilmiah di Indonesia hanya 2.000-an, sedangkan jumlah lulusan perguruan tinggi setahun 800 ribu orang.(Detik)

Tidak ada komentar: