Laman

Jumat, 29 November 2013

Seluruh Perjanjian WTO Bertentangan dengan Pancasila!



JAKARTA, Jurnal Rakyat : Sebagai sebagai sebuah negara bangsa yang memiliki wilayah kedaulatan yang luas serta kekayaan sumber daya alam yang melimpah, sudah sepatutnya Indonesia menjadi bangsa yang kuat. Yakni kuat untuk melindungi wilayah serta segenap warga negaranya, memajukan kesejahteraan umum maupun kuat dalam politik internasional untuk ikut serta menciptakan perdamaian dunia.

Namun faktanya, kata Ketua Presedium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Twedy Noviady Ginting, saat ini, Indonesia masuk dalam kategori negara yang lemah, baik dari sisi politik. budaya maupun ekonomi. Hal ini terutama terjadi setelah Indonesia meratifikasi perjanjian-perjanjian multilateral World Trade Organization (WTO) tahun 1994 dan resmi menjadi anggota WTO pada 1 Januarai tahun 1995.

Menurut Twedy, dalam keterangan beberapa saat lalu (Jumat, 29/11), ratifikasi perjanjian WTO yang ditindaklanjuti dengan pengesahan UU No. 7 tahun 1994 pun memiliki konsekuensi hukum. Seluruh kaidah-kaidah hukum yang termuat dalam perjanjian-perjanjian wajib didelegasikan seluruh peraturan perundang-undangan terutama menyangkut perdagangan barang,jasa dan kekayaan intelektual yang pada gilirannya diberlakukan sebagai hukum positif dalam hukum nasional

"Jelas sekali kaidah-kaidah hukum dalam seluruh perjanjian WTO secara substansi bertentangan dengan norma dasar Pancasila yang kita anut, sebab didalamnya mendorong Indonesia untuk berperan aktif menjalankan sistim perdagangan bebas yang mengurangi bahkan cenderung menghilangkan peran negara dalam melindungi kepentingan nasional," kata Twedy.

Di perparah lagi, lanjut Twedy, pemerintah tidak membangun kesiapan dalam negeri seperti daya saing domestik, infrastruktur, SDM dan industri dalam negeri. Sehingga bisa dipastikan menjadi korban WTO, yang salah satu contoh nyatanya adalah Indoneaia dibanjiri produk impor.(rmol)

Tidak ada komentar: