Laman

Selasa, 17 Desember 2013

Batalkan Dana Pengamanan yang Bikin Merinding



Ray Rangkuti                          Foto. Istimewa
JAKARTA, Jurnal Rakyat : Pesta demokrasi 2014 dirasakan semakin mirip pesta menguras dana negara. Selain yang pokok, yakni dana penyelenggara pemilu, pihak keamanan dan pemerintah pun seperti memanfaatkan pemilu untuk menguras uang negara.

"Khususnya, dana yang dimintakan oleh Polri sebanyak Rp 3,5 triliun membuat kita benar-benar geleng-geleng kepala. Belum lagi pihak TNI yang meminta hingga Rp 100 miliar," ujar Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Ray Rangkuti, kepada wartawan, Selasa (17/12/2013).

Kata Ray, terlalu mudah lembaga-lembaga negara tersebut menyebut angka-angka seperti seolah tidak berkorelasi dengan kemiskinan rakyat Indonesia.

"Mendengar nilainya saja, kita sampai merinding. Bukan saja karena nilainya begitu fantastis, tetapi juga menimbulkan pertanyaan besar soal keamanan  pemilu 2014," katanya.

Permintaan dana besar ini seperti berkorelasi dengan pernyataan presiden sebelumnya bahwa ada ancaman keamanan pemilu 2014. Jika memang begitu, baik Polri maupun presiden semestinya menjelaskan model-model ancaman dan kira-kira siapa pelakunya. Dengan begitu, sejak dini bisa mengantisipasi ancaman tersebut dan dengan sendirinya juga dapat mengurangi biaya pengamanan.

Dia juga sayangkan ada permintaan dari TNI untuk biaya pengamanan yang sama. Satu permintaan yang jelas-jelas tidak pada tempatnya. TNI tidak ditugaskan untuk mengamkan pemilu. Sekalipun ia diminta bantuan untuk pengamanan pemilu, sejatinya itu berada di bawah koordinasi kepolisian. Dengan begitu, dana pengamanan yang di tangan kepolisian juga dengan sendirinya melingkupi dana perbantuan tersebut.

"TNI tidak perlu meminta dana pengamanan sendiri, karenà memang hal ini bukan tupoksi mereka. Permintaan Rp 100 miliar itu harus diabaikan. Angka Rp 3,5 triliun sendiri terlalu boros," jelasnya.

Sebab, lanjut Ray, ada dua pengandaian di dalamnya. Seauh yang dialami, pemilu-pemilu orde reformasi minim dengan kekerasan. Malah pengamanan yang berlebihan justru dapat jadi ancaman psikologis bagi para pemilih.

Kedua, dengan sendirinya, tidak perlu ada pergerakan aparat polisi yang signifikan. Pengamanan yang bersifat minimum tak perlu mengucurkan dana sampai Rp 3,5 triliun.

"Pertambahan pemilih dan TPS mestinya tidak jadi alasan pembengkakan dana pengamanan mencapai dua kali lipat dari 2009. Karena itu, Lima Indonesia mendesak batalkan dana Rp 3,5 triliun dan Rp 100 miliar untuk pengamanan," ujarnya.(RMOL)

Tidak ada komentar: