Laman

Jumat, 13 Desember 2013

Disesalkan TIK Dihapus dari Mata Pelajaran SD



Foto. Net
JAKARTA, Jurnal Rakyat : Tidak diwajibkannya lagi mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) bagi siswa SD, akan membuka lebar bagi anak-anak untuk konsumtif dan tidak produktif memanfaat TIK. Padahal, justru saat ini siswa harus mendapat dorongan positif untuk memanfaatkan TIK. 

Ketua Forum Telematika Kawasan Timur Indonesia (KTI), Hidayat Nahwi Rasul, menyayangkan langkah Kemendikbud, dalam hal ini Disdikbud DKI Jakarta. Menurutnya, tidak diwajibkannya bahasa inggris dan mata pelajaran TIK di SD akan memengaruhi kemampuan daya saing generasi baru  Indonesia. 

Dia mengatakan, kondisi kekinian terkait tenologi informasi sudah sangat berkembang. Hidayat menggambarkan, saat ini pasar  begitu memanjakan konsumen dengan gadget terbaru. Orang-orangpun  semakin banyak yang terhubung dengan internet. ''Saat ini anak-anak kita sudah  menjadi sebuah generasi baru yaitu net generation,'' ujar Hidayat, Jumat (13/12/2013).   

Kondisi saat ini, orang-orang yang bersentuhan dengann internet terus bertambah. Sampai-sampai, kata dia, bayi pun sudah tersentuh dengan gadget dan intensif berinteraksi melalui  internet. Karena itu, disinilah pentingnya keberadaan mapel TIK dan bahasa inggris. Kedua pelajaran tersebut, menurutnya, penting  untuk memberi arah dan mengisi ruang kosong kepribadian anak sebelum diisi dengan nilai-nilai yang tak jelas dan bersumber dari  internet. 

Menurut alumni Komunikasi Unhas ini, justru mapel TIK bukannya dihilangkan, tapi malah diperkaya dengan memperkenalkan  materi internet sehat. Mengajarkan siswa  membuat blog, bagaimana etika di dunia maya, serta pengenalan-pengenalan awal skill aplikasi dan sebagainya. 

Karena internet bagaikan pisau bermata dua, Hidayat menegaskan, maka menjadi kewajiban kita untuk  mengajarkan anak didik bagaimana memanfaatkan pisau untuk kebaikan dan kebenaran,  bukan justeru untuk membunuh.

Dengan terus melonjaknya pengguna internet, hal tersebut berimpplikasi pada banyaknya konten dari berbagai nilai dan pikiran yang berseliweran di dunia maya. Dia menyebut saat ini sekitar tiga miliar pengakses internet. Dan 2014 Indonesia tercatat ada sekitar 100 juta orang. ''Bagaimana berinternet sehat itu harus dikampanyekan,'' tegasnya.

Kurikulum SD Tidak Ada Mata Pelajaran Bahasa Inggris dan TIK

Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Kapuskurbuk) Kemendikbud Ramon Mohandas mengatakan, sebenarnya tidak ada istilah penghapusan Bahasa Inggris maupun Teknologi Informasi Komputer (TIK) dalam mata pelajaran Sekolah Dasar (SD).
Istilah penghapusan tersebut harus diluruskan. Sejak dulu, terang Ramon, dalam kurikulum SD tidak ada mata pelajaran bahasa Inggris dan TIK.
"Dalam Kurikulum 2013 juga tidak ada mata pelajaran bahasa Inggris dan TIK, maka tidak ada penghapusan kedua mata pelajaran itu karena memang tidak ada," katanya, di Jakarta, Kamis, (12/12).

Orang tua di Jakarta, ujar Ramon, mungkin kaget saat melihat dalam Kurikulum 2013 tidak ada mata pelajaran bahasa Inggris dan TIK. Lalu mereka mengira keduanya dihapuskan dari kurikulum, padahal memang tidak ada dari dulu.

Bahasa Inggris dan TIK, kata Ramon, merupakan mata pelajaran muatan lokal. Artinya setiap SD boleh memasukkan atau tidak memasukkan bahasa Inggris dan TIK dalam mata pelajarannya.

Muatan lokal itu, ujar Ramon, selain bahasa Inggris, TIK, juga pelajaran seni budaya, dan prakarya. Pada intinya semua SD boleh menambah mata pelajaran muatan lokal namun jangan sampai penambahan muatan lokal mengurangi jam pelajaran yang ada di kurikulum.

"Misalnya saja, SD pulangnya jam 12 siang. Maka mereka bisa menambahkan mata pelajaran bahasa Inggris dengan menambah satu jam mata pelajaran, jadi anak SD pulang jam satu siang karena belajar bahasa Inggris," kata Ramon menerangkan.

Menurut Ramon, masing-masing sekolah bebas menambahkan muatan lokal. "Secara teknis semua diserahkan kepada sekolah," katanya.

Mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes), terang Ramon, sama sekali tidak dihapuskan dari mata pelajaran SD. Bahkan Penjaskes dalam kurikulum itu diwajibkan.

"Setiap sekolah harus memasukkan mata pelajaran Penjaskes. Kalau ada SD yang tidak mengajarkan Penjaskes malah salah itu," ujar Ramon.

Penjaskes, lanjut Ramon, dari dulu sudah ada dalam struktur kurikulum. Pada Kurikulum 2013 juga tetap ada, tidak ada perubahan.

"Bahkan Penjaskes, kalau ada SD yang ingin menambahkan jumlah jamnya tidak masalah. Penjaskes itu juga tergantung fasilitas olah raga masing-masing sekolah "ujar Ramon.

Terkait bahasa Inggris tidak terdapat dalam kurikulum SD, Ramon menerangkan, kalau bahasa Inggris dimasukkan dalam kurikulum berarti wajib diajarkan di setiap SD. Padahal tidak semua daerah memiliki sarana pendukung untuk diberikan pelajaran bahasa Inggris.

Misalnya, ujar Ramon, di daerah pelosok, tenaga pengajar bahasa Inggris belum ada. Nanti kalau dipaksakan masuk dalam kurikulum malah diajarkan oleh orang yang tidak memiliki kapasitas mengajarkannya.

"Kalau anak-anak diajar oleh orang yang tidak paham isi materinya nanti malah rusak. Makanya lebih baik bahasa Inggris tidak dipaksakan masuk kurikulum," kata Ramon.

Kalau sekolah-sekolah di kota, ujar Ramon, memang banyak yang mengajarkan bahasa Inggris. Sebab guru yang tersedia juga banyak dan memadai.(Republika.co.id)

Tidak ada komentar: