Laman

Kamis, 09 Februari 2012

Ahli Pangan: Indonesia Dimitoskan Tak Bisa Ditanam Gandum



JAKARTA, Jurnal Rakyat: Ahli teknologi pangan Prof Dr FG Winarno mengatakan bahan baku gandum tidak harus diimpor. Kebutuhan gandum sudah dapat dipenuhi dari dalam negeri meski dalam jumlah terbatas. 

Tercatat gandum telah tertanam di wilayah Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur. Hal ini harus terus ditingkatkan sejalan naik permintaan gandum impor setiap tahunnya hingga 8% di dalam negeri.

"Indonesia dimitoskan tidak bisa tanam gandum. Buktinya pada tahun 2000 kita bisa menanam gandum. Benihnya kita ambil dari India. India saja bukan produsen gandum waktu itu, namun sekarang menjadi nomor dua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat. India ambil benih dari Mexico," katanya di kantornya, Indofood Tower, Jakarta, Kamis (9/2/2012).

Menurutnya diversifikasi pangan harus dilakukan. Dan salah satu pilihannya adalah tepung asal umbi-umbian. Tidak hanya tepung terigu, bisa juga dalam bentuk lain tepung jagung, tepung ubi jalar atau cassava.

"Food security itu penting dan kunci dalam ketahanan pangan adalah budaya makan tepung," tuturnya.

Ia pun mengkritik banyaknya konsumsi beras dari masyarakat Indonesia. Padahal, semakin hari penduduk bertambah. Namun peningkatan produksi beras tidak secepat pertumbuhan penduduk.

"Konsumsi beras kita 139 kg per orang per kapita. Malaysia saja hanya 80 kg per orang per kapita. Namun untuk memajukan keanekaragaman pangan harus melibatkan industri pangan," ucapnya.

Menurutnya jargon beras yang selama ini juga dianggap keliru. Beras menjadi komoditi politik, atau simbul kemakmuran. "Bahkan ada raskin, beras miskin. Ini sama dengan menghancurkan konsep keanekaragaman. Pemberasan itu salah besar," imbuh Winarno.

Sementara itu, mengenai gandum di Indonesia tahun lalu gandum asal Slovakia telah ditanam di daerah Sumatera Barat (Sumbar). Gandum ini tidak ditanam dalam jumlah banyak namun hanya sebagai percobaan. Penanaman telah dilakukan Maret 2011 lalu di 20 tempat di Sumatera Barat, termasuk di Bukittinggi.

Percobaan penanaman gandum di Indonesia juga dilakukan oleh Aptindo, yang telah melakukan pengembangan gandum tropis selama 10 tahun terakhir. Pakar pangan dari India, Nagarajan pada tahun 1999 telah memperkenalkan varietas gandum tropis di Indonesia.

Lokasi penelitian pengembangan gandum tropis misalnya di dataran menengah seperti Karanglo Tawangmangu Karanganyar Jawa Tengah dan dataran tinggi Kopeng Salaran dan Piji Salatiga Jawa Tengah.

Hasilnya diketahui tanaman gandum tropis bisa diserang hama kutu daun, ulat pemakan malai, ulat penggerak batang, ulat tanah, dan orong-orong. Sementara tanaman gandum bisa diserang penyakit tanaman yaitu bercak jerawat hitam, penyakit layu, dan kudis malai.

Penanaman gandum di Indonesia sudah dimulai pada awal abad 20 secara terbatas di Jawa yaitu di Pengalengan, Dieng, Tengger, dan Amanumbang. Luas tanaman gandum di Indonesia tak pernah berkembang dan tak pernah melampaui luas lahan 2.000 hektar per tahun, saat ini bahkan saja tersisa beberapa hektar saja.

Penyebabnya pengembangan gandum di Indonesia tak berkembang karena tidak ada penampungan hasil gandum, tak ada upaya khusus dari pemerintah untuk mengembangkan gandum dan tanaman gandum ditanam di dataran tinggi sehingga harus bersaing dengan tanaman sayuran yang lebih menjanjikan.

Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Franciscus Welirang mengatakan impor gandum sebagai bahan baku tepung terigu diperkirakan terus meningkat. Dari tahun ke tahun terjadi kenaikan minimal 8%. Setidaknya, tahun ini akan masuk 6,2 juta ton gandum dari berbagai negara.

"Kenaikan rata-rata 8%. Kebutuhan gandum impor mencapai 6,2 juta ton," kata Franky.

Aptindo mencatat realisasi impor gandum Indonesia di 2010 menembus 5,85 juta ton atau setara dengan konsumsi terigu 4,3 juta ton. 

Impor gandum yang terus membumbung, karena kebutuhan konsumsi bahan baku ini mengalami peningkatan. Gandum biasa digunakan industri tepung terigu, dan bisa dikembangkan menjadi beragam jenis produk seperti mie instan dan roti.(Detik)

Tidak ada komentar: